BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Hampir di setiap sekolah dapat dijumpai program Bimbingan dan Konseling
atau disingkat (BK). Program Bimbingan dan Konseling lebih menyangkut
atau mementingkan pada upaya dalam hal memfasilitasi atau memberikan
samacam fasilitas kepada para peserta didik agar mampu mengembangkan
potensi dirinya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keberadaan program Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah saat ini sangat dibutuhkan. Hal ini menyangkut pada tugas dan perannya terhadap peserta didik. Selain itu juga, iklim dan lingkungan yang “tidak sehat” membuat keberadaan program Bimbingan dan Konseling (BK) menjadi sangat dibutuhkan dan mutlak ada. Misalnya saja kenakalan pada siswa yang merupakan salah satu faktor penyebab lingkungan atau iklim menjadi rusak, yakni siswa merupakan aktor utama dalam peristiwa tersebut.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keberadaan program Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah saat ini sangat dibutuhkan. Hal ini menyangkut pada tugas dan perannya terhadap peserta didik. Selain itu juga, iklim dan lingkungan yang “tidak sehat” membuat keberadaan program Bimbingan dan Konseling (BK) menjadi sangat dibutuhkan dan mutlak ada. Misalnya saja kenakalan pada siswa yang merupakan salah satu faktor penyebab lingkungan atau iklim menjadi rusak, yakni siswa merupakan aktor utama dalam peristiwa tersebut.
Kenakalan
siswa merupakan suatu bentuk perilaku siswa yang menyimpang dari aturan
sekolah. Kenakalan siswa banyak macamnya. Salah satunya ialah membolos
atau masuk tidak teratur. Membolos disebut kenakalan remaja karena
membolos sudah merupakan perilaku yang mencerminkan telah melanggar
aturan sekolah.
Kata “BOLOS” sangat populer dikalangan
pelajar. Dari beberapa survei, jumlah siswa yang membolos pada jam
efektif sekolah hanya sedikit dibandingkan dari jumlah siswa yang tidak
membolos, terlepas sekecil apapun dari jumlah tersebut harus menjadi
perhatian bagi institusi yang bernama sekolah, karena apabila disikapi
dengan cuek bebek, tidak tertutup kemungkinan yang kecil akan menjadi
besar dan menjelma menjadi bola salju liar yang akan terus menggelinding
hingga jumlah siswa yang membolos sekolah akan terus meningkat.
Perilaku
membolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak
pelajar. Setidaknya bagi mereka yang pernah mengenyam pendidikan. Hal
ini disebabkan kerena perilaku membolos itu sendiri telah ada sejak
dulu.
Tindakan membolos dikedepankan sebagai sebuah jawaban
atas kejenuhan yang sering dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum
sekolah. Buntutnya memang akan menjadi fenomena yang jelas - jelas akan
mencoreng lembaga persekolahan itu sendiri. Tidak hanya di kota - kota
besar saja siswa yang terlihat sering membolos, bahkan sekolah yang
letaknya di daerah - daerah pun prilaku membolos sudah menjadi
kegemaran.
Banyak siswa yang sering membolos bukan hanya di
sekolah - sekolah tertentu saja tetapi banyak sekolah mengalami hal yang
sama. Hal ini disebabkan oleh faktor - faktor internal dan faktor -
faktor eksternal dari anak itu sendiri. Faktor eksternal yang kadang
kala menjadikan alasan membolos adalah mata pelajaran yang tidak
diminati atau tidak disenangi. Bagi siswa yang kebanyakan remaja dan
penuh dengan jiwa yang mementingkan kebebasan dalam berfikir dan
beraktifitas, hal ini sangat mengganggu sekali. Sebab, masa remaja
adalah masa yang penuh gelora dan semangat kreatifitas. Menurut
pandangan psikologis, usia seseorang antara 15 - 21 tahun adalah usia
dalam masa pencarian jati diri. Tentu saja sistem pendidikan yang ketat
tanpa diimbangi dengan pola pengajaran yang sifatnya 'menyejukkan'
membuat anak tidak lagi betah di sekolah. Mereka yang tidak tahan
itulah yang kemudian mencari pelarian dengan membolos, walaupun secara
tidak langsung hal seperti ini sebenarnya bukan merupakan suatu jawaban
yang baik. Hal ini dapat dibuktikan bahwa siswa yang suka membolos
seringkali menjadi ikut serta terlibat pada hal - hal yang cenderung
merugikan. Namun
anehnya lagi dan sungguh sangat disayangkan, bahwa ketika fenomena membolos atau fenomena pelajar yang terlibat dan terjerumus dalam penggunaan narkotika, pergaulan sex bebas hingga tawuran terkuak ke permukaan, sekolah seakan - akan ingin lepas tangan dan seperti tidak tahu menahu. Terbukti, pihak sekolah masih menganggap mereka yang terlibat hal - hal demikian ialah tergolong anak - anak ‘nakal’ dengan beralasan bahwa anak - anak yang patuh (tidak nakal) lebih banyak dibandingkan anak - anak yang suka membolos (anak - anak nakal). Hal seperti memang benar adanya. Tetapi bukan berarti mereka yang taat dan patuh di sekolah menjadi terselamatkan. Justru sebaliknya, tekanan pendidikan dengan kurikulum yang cukup ketat justru menciptakan keresahan secara psikologis. Seperti yang terlihat bahwa pada akhir - akhir ini, siswa - siswi di sekolah - sekolah sering mengalami hysteria massal. Hal itu dikarenakan oleh luapan emosi yang sudah tak terkendali melalui alam bawah sadar dan biasanya kerap tingkah laku menjadi tidak terkendali. Tumpuan kesalahan prilaku membolos kebanyakan di bebankan kepada anak didik yang terlibat membolos. Ketika kasus demi kasus dapat terungkap, anak didiklah yang menjadi beban kesalahan. Ini adalah sikap yang tidak mendukung yang justru hanya akan menambah masalah. Sikap humanis dan saling introspeksi diri itu adalah hal yang mendukung untuk menyelesaikan masalah prilaku membolos. Unsur - unsur yang ada di sekolah bisa saja menjadi alasan untuk siswa agar bisa membolos. Seperti fenomena yang telah di paparkan di atas bukan saja anak yang menjadi tumpuan dan beban kesalahan.
anehnya lagi dan sungguh sangat disayangkan, bahwa ketika fenomena membolos atau fenomena pelajar yang terlibat dan terjerumus dalam penggunaan narkotika, pergaulan sex bebas hingga tawuran terkuak ke permukaan, sekolah seakan - akan ingin lepas tangan dan seperti tidak tahu menahu. Terbukti, pihak sekolah masih menganggap mereka yang terlibat hal - hal demikian ialah tergolong anak - anak ‘nakal’ dengan beralasan bahwa anak - anak yang patuh (tidak nakal) lebih banyak dibandingkan anak - anak yang suka membolos (anak - anak nakal). Hal seperti memang benar adanya. Tetapi bukan berarti mereka yang taat dan patuh di sekolah menjadi terselamatkan. Justru sebaliknya, tekanan pendidikan dengan kurikulum yang cukup ketat justru menciptakan keresahan secara psikologis. Seperti yang terlihat bahwa pada akhir - akhir ini, siswa - siswi di sekolah - sekolah sering mengalami hysteria massal. Hal itu dikarenakan oleh luapan emosi yang sudah tak terkendali melalui alam bawah sadar dan biasanya kerap tingkah laku menjadi tidak terkendali. Tumpuan kesalahan prilaku membolos kebanyakan di bebankan kepada anak didik yang terlibat membolos. Ketika kasus demi kasus dapat terungkap, anak didiklah yang menjadi beban kesalahan. Ini adalah sikap yang tidak mendukung yang justru hanya akan menambah masalah. Sikap humanis dan saling introspeksi diri itu adalah hal yang mendukung untuk menyelesaikan masalah prilaku membolos. Unsur - unsur yang ada di sekolah bisa saja menjadi alasan untuk siswa agar bisa membolos. Seperti fenomena yang telah di paparkan di atas bukan saja anak yang menjadi tumpuan dan beban kesalahan.
Betapa seriusnya perilaku
membolos ini perlu mendapat perhatian penuh dari berbagai pihak. Bukan
saja hanya perhatian yang berasal dari pihak sekolah, melainkan juga
perhatian yang berasal dari orang tua, teman maupun pemerintah. Perilaku
membolos sangat merugikan dan bahkan bisa saja menjadi sumber masalah
baru. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan berlalu, maka yang
bertanggung jawab atas semua ini bukan saja dari siswa itu sendiri
melainkan dari pihak sekolah ataupun guru yang menjadi orang tua di
sekolah juga akan ikut menangungnya.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini ialah :
1. Apa pengertian dari program Bimbingan dan Konseling ?
2. Apa pengertian dari membolos ?
3. Apa saja faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos ?
4. Apakah akibat yang akan ditimbulkan oleh siswa yang suka membolos ?
5. Bagaimana peran program Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal
3. Apa saja faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos ?
4. Apakah akibat yang akan ditimbulkan oleh siswa yang suka membolos ?
5. Bagaimana peran program Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal
mengatasi siswa yang suka membolos ?
I.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah
1. Untuk menjelaskan pengertian dari program Bimbingan dan Konseling.
2. Untuk menjelaskan pengertian dari membolos.
3. Untuk mengetahui apa saja faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos.
4. Untuk mengetahui dampak atau akibat yang akan ditimbulkan pada siswa yang suka membolos.
5. Untuk mengetahui bagaimana peran dari progam Bimbingan dan
Konseling (BK) dalam hal mengatasi siswa yang suka membolos.
6. Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Profesi Pendidikan.
I.4 Manfaat Penulisan
a. Bagi Penulis
Manfaat yang bisa diambil bagi penulis setelah menyelesaikan pembuatan
makalah ini, penulis sekarang menjadi lebih tahu pembahasan seputar
tentang apa itu program Bimbingan Konseling dan bagaimana peran program
Bimbingan Konseling dalam mengatasi kasus perilaku membolos pada
pelajar/siswa.
b. Bagi Pembaca
Bagi pembaca, makalah ini juga dapat dimanfaatkan sebagai penambah ilmu
pengetahuan mengenai apa itu program Bimbingan Konseling dan bagaimana
peran program Bimbingan Konseling dalam mengatasi kasus perilaku
membolos pada pelajar/siswa.
I.5 Metode Penulisan
Bahan
dari penyusunan makalah ini diambil dari buku bahan ajar mata kuliah
Profesi Pendidikan milik dosen, buku - buku perpustakaan dan browsing
dari internet.
BAB II
PEMBAHASAN
Kehadiran yang tidak teratur merupakan problem besar di sekolah - sekolah saat ini. Ketidakhadiran yang dimaksud di sini adalah ketidakhadiran yang disebabkan karena alasan yang tidak jelas, bukan karena alasan sakit atau lainnya. Jika ketidakhadiran siswa dikarenakan sakit atau ada kepentingan, dalam artian masih bisa memberikan alasan yang jelas, hal itu masih bisa diterima. Tetapi jika alasannya tidak jelas mengapa ia tidak hadir atau tidak masuk sekolah, hal ini perlu penanganan serius. Sebab, cepat atau lambat masalah ini akan berdampak buruk baik untuk siswa itu sendiri maupun terhadap lingkungan sekolahnya.
Pergi ke sekolah bagi remaja merupakan suatu
hak sekaligus kewajiban sebagai sarana mengenyam pendidikan dalam rangka
meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Sayang, kenyataannya banyak
remaja yang enggan melakukannya tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Banyak yang akhirnya membolos. Perilaku yang
dikenal dengan istilah truancy ini dilakukan dengan cara, siswa
tetap pergi dari rumah pada pagi hari dengan berseragam, tetapi mereka
tidak berada di sekolah. Perilaku ini umumnya ditemukan pada remaja
mulai tingkat pendidikan SMP. Salah satu penyebabnya terkait dengan
masalah kenakalan remaja secara umum. Perilaku tersebut tergolong
perilaku yang tidak adaptif sehingga harus ditangani secara serius.
Penanganan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab
munculnya perilaku membolos tersebut.
Sebelum kita memasuki pengertian dari membolos, faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos, akibat
yang akan ditimbulkan pada siswa yang suka membolos serta peran dari
progam Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal mengatasi siswa yang suka
membolos, tidak ada salahnya terlebih dahulu mengetahui apa itu
bimbingan dan konseling.
II.1. Pengertian Bimbingan Konseling (BK)
Bimbingan (guide / guidance) dapat disama artikan dengan mengarahkan,
memandu (guide). Jadi, bimbingan adalah kegiatan memandu atau
mengarahkan siswa untuk menemukan jati dirinya atau membantu siswa
menemukan jalan keluar yang terbaik dalam hidupnya dengan
mempertimbangkan segi positif dan negatif bagi siswa itu sendiri.
Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering dirangkaikan
bagaikan kata majemuk. Hal itu mengisyaratkan bahwa kegiatan bimbingan
kadang - kadang dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Beberapa ahli
menyatakan bahwa konseling merupakan inti atau jantung hati
dari kegiatan bimbingan. Ada pula yang menyatakan bahwa konseling
merupakan salah satu jenis layanan bimbingan. Dengan demikian dalam
istilah bimbingan sudah termasuk di dalamnya kegiatan konseling.
Kelompok yang sesuai dengan pandangan di atas menyatakan bahwa
terminologi layanan bimbingan dan konseling dapat diganti dengan layanan bimbingan saja.
Untuk memperjelas pengertian kedua istilah tersebut, berikut ini dikemukakan pengertian bimbingan dan pengertian konseling.
II.1.1. Pengertian Bimbingan
Banyak ahli berusaha merumuskan pengertian bimbingan dan
konseling. Dalam merumuskan kedua istilah tersebut mereka memberikan
tekanan pada aspek tertentu dari kegiatan tersebut. Untuk lebih
jelasnya, berikut ini dikemukakan beberapa rumusan tentang istilah
bimbingan.
Menurut Jones (1963), Guidance is the
help given by one person to another in making choice and adjustments and
in solving problems. Dalam pengertian tersebut terkandung maksud bahwa
tugas pembimbing hanyalah membantu agar individu yang dibimbing mampu
membantu dirinya sendiri, sedangkan keputusan terakhir tergantung kepada
individu yang dibimbing(klien).
Ini senada dengan pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh Rachman natawidjaja (1978) :
Bimbingan
adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya
sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai
dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian,
dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan
yang berarti.
Selanjutnya Bimo Walgito (1982 : 11)
menyarikan beberapa rumusan bimbingan yang dikemukakan para ahli,
sehingga mendapatkan rumusan sebagai berikut.
Bimbingan adalah
bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan
individu - individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan -
kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu -
individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh banyak ahli itu, dapat dikemukakan bahwa bimbingan merupakan
a) suatu proses yang berlesinambungan
b) suatu proses membantu individu
c)
bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang
bersangkutan dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal
sesuai dengan kemampuan/potensinya, dan
d) kegiatan yang
bertujuan utama memberikan bantuan agar individu dapat memehami keadaan
dirinya dan mampu menyesuaikan dengan lingkungannya.
Untuk
melaksanakan bimbingan tersebut diperlukan petugas yang telah memiliki
keahlian dan pengalaman khusus dalam bimbingan dan konseling.
II.1.2. Pengertian Konseling
Istilah konseling (counseling) diartikan sebagai penyuluhan.
Istilah penyuluhan dalam kegiatan bimbingan menurut beberapa ahli kurang
tepat. Menurut mereka yang lebih tepat adalah konseling karena kegiatan
konseling ini sifatnya lebih khusus, tidak sama dengan kegiatan –
kegiatan penyuluhan lain seperti penyuluhan dalam bidang pertanian dan
penyuluhan dalam keluarga berencana. Untuk menentukan kekhususan itulah
maka dipakai istilah Bimbingan dan Konseling. Pelayanan konseling
menuntut keahlian khusus, sehingga tidak semua orang yang dapat
memberikan bimbingan mampu memberikan jenis layanan konseling ini.
Banyak ahli yang memberikan makna tentang konseling. Menurut James P. Adam yang dikutip oleh Depdikbud (1976:19a) :
Konseling
adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana
yangs seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dapat
lebih baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang
dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang.
Bimo
Walgito (1982 :11) menyatakan bahwa konseling adalah bantuan yang
diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan
wawancara, dengan cara – cara yang sesuai dengan keadaan individu yang
dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
Berdasarkan pendapat – pendapat tersebut dapatlah dikatakan bahwa
kegiatan konseling itu mempunyai ciri – ciri sebagai berikut.
a) pada umumnya dilaksanakan secara individual
b) pada umunya dilakukan dalam suatu perjumpaan tatap muka
c) untuk pelaksanaan konseling dibutuhkan orang yang ahli
d) tujuan pembicaraan dalam proses konseling ini diarahkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi klien.
e) Individu yang menerima layanan (klien) akhirnya mampu memecahkan masalahnya dengan kemampuannya sendiri.
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak
anak - anak dengan berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha
membentuk pribadi anak menjadi manusia yang berwatak baik. Mengajar
tidak sekedar hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih kepada
usaha untuk membentuk pribadi santun dan mampu berdiri sendiri. Sehingga
jika terjadi suatu permasalahan pada siswa, pendidik ataupun pihak
sekolah juga turut memikirkannya serta senantiasa juga berusaha
mencarikan jalan keluar. Dalam menghadapi anak tersebut peran program
Bimbingan dan Konseling (BK) sangatlah penting. Sebagai sarana untuk
mencari solusi, fungsi program Bimbingan dan Konseling (BK) cukup
efisien. Melalui pendekatan personal, harapannya siswa dapat lebih
terbuka dengan pemasalahannya, sehingga pembimbing dapat memahami dan
mendapat gambaran secara jelas apa yang sedang dihadapi siswa.
Menghentikan sepenuhnya kebiasaan membolos memang tidaklah mudah dan
sangatlah minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk meminimalisisir
kebiasaan tidak baik tersebut tentu ada. Dan salah satu usaha dari pihak
sekolah ialah dengan program Bimbingan Konseling (BK). Kita mungkin
pernah melihat atau bahkan mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum
karena membolos. Padahal menghukum bukanlah satu - satunya jalan untuk
membuat siswa jera dalam melakukan perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut
malah menjadikan anak lebih bengal dan lebih susah ditangani. Sebab
siswa yang baru menginjak masa remaja merupakan masa - masa di saat
kondisi emosi yang tidak labil, mudah tersinggung dan mudah sekali
marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan untuk lurus maka ia akan
patah. Oleh karena itu penanganannya harus hati-hati. Tindakan yang
dapat dilakukan dengan mengetahui faktor - faktor penyebabnya,
pembimbing sedikit tahu bagaimana kondisi permasalahan siswa. Langkah
selanjutnya ialah melalui pendekatan supaya siswa yang membolos mau
menerima arahan dari pembimbing. Adapun jika siswa masih bersikap
tertutup, tidak mau menceritakan permasalahan mengapa Ia membolos, maka
pembimbing menggunakan cara lain yaitu menanyakan pada teman dekatnya.
Begitu semua informasi yang diperlukan telah diperoleh, pembimbing
langsung mengambil tindakan preventif dan pengobatan. Seperti yang telah
dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus melalui hukuman. Memberi
nasehat dan arahan yang baik akan lebih mengena dari pada membentak dan
memarahinya. Tidak teraturnya anak masuk sekolah tidak sepenuhnya
terletak pada siswa. Ada banyak sebab yang terletak di luar kekuasaan
anak, atau yang kurang dikuasai anak.
Jadi, kegiatan
membolos siswa tidak sepenuhnya kesalahan siswa. Ada faktor dari luar
yang juga turut andil dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu, tugas
program Bimbingan dan Konseling (BK) selain memberi arahan pada siswa
juga mengkondisikan lingkungan sekolahnya sebaik mungkin supaya siswa
merasa betah berada di sekolah. Selain itu, pembimbing juga selalu
menjalin komunikasi dengan keluarga siswa ada kesepakatan dalam usaha
mengatasi masalah anak.
Di sekolah sangat mungkin
ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan menunjukkan berbagai gejala
penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori ringan sampai
dengan berat. Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya
yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui
dua pendekatan yaitu:
(1) Pendekatan disiplin, dan
(2) Pendekatan bimbingan dan konseling.
Penanganan siswa bernasalah melalui pendekatan disiplin merujuk pada
aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta
sanksinya. Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata
tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah
sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa.
Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus
mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan penyimpangan
perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah
bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang
terjadi pada para siswanya.
Oleh karena itu,
disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu pendekatan melalui
Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan pendekatan disiplin yang
memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan
siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling justru lebih
mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan
dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan
Konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi
lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang
saling percaya di antara konselor dan siswa yang bermasalah, sehingga
setahap demi setahap siswa tersebut dapat memahami dan menerima diri dan
lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna tercapainya
penyesuaian diri yang lebih baik.
Sebagai ilustrasi,
misalkan di suatu sekolah ditemukan kasus seorang siswi yang hamil
akibat pergaulan bebas, sementara tata tertib sekolah secara tegas Jika
hanya mengandalkan pendekatan disiplin, mungkin tindakan yang akan
diambil sekolah adalah berusaha memanggil orang tua/wali siswa yang
bersangkutan dan ujung-ujungnya siswa dinyatakan dikembalikan kepada
orang tua (istilah lain dari dikeluarkan). Jika tanpa intervensi
Bimbingan dan Konseling, maka sangat mungkin siswa yang bersangkutan
akan meninggalkan sekolah dengan dihinggapi masalah-masalah baru yang
justru dapat semakin memperparah keadaan. Tetapi dengan intervensi
Bimbingan dan Konseling di dalamnya, diharapkan siswa yang bersangkutan
bisa tumbuh perasaan dan pemikiran positif atas masalah yang menimpa
dirinya, misalnya secara sadar menerima resiko yang terjadi, keinginan
untuk tidak berusaha menggugurkan kandungan yang dapat membahayakan
dirinya maupun janin yang dikandungnya, keinginan untuk melanjutkan
sekolah, serta hal-hal positif lainnya, meski ujung-ujungnya siswa yang
bersangkutan tetap harus dikeluarkan dari sekolah.
Perlu digarisbawahi, dalam hal ini bukan berarti Guru Bimbingan dan
Konseling (BK/Konselor) yang harus mendorong atau bahkan memaksa siswa
untuk keluar dari sekolahnya. Persoalan mengeluarkan siswa merupakan
wewenang kepala sekolah, dan tugas Guru Bimbingan dan Konseling
(BK/Konselor) hanyalah membantu siswa agar dapat memperoleh kebahagiaan
dalam hidupnya.
Lebih jauh, meski saat ini paradigma
pelayanan Bimbingan dan Konseling lebih mengedepankan pelayanan yang
bersifat pencegahan dan pengembangan, pelayanan Bimbingan dan Konseling
terhadap siswa bermasalah tetap masih menjadi perhatian. Dalam hal ini,
perlu diingat bahwa tidak semua masalah siswa harus ditangani oleh guru
Bimbingan dan Konseling (BK/Konselor). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis
(2004) mengemukakan tingkatan masalah berserta mekanisme dan petugas
yang menanganinya, sebagaimana dalam bagan berikut :
1. Masalah (kasus) ringan,
seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu,
berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap
awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali
kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah
(konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjungan rumah.
2. Masalah (kasus) sedang,
seperti: gangguan emosional, berpacaran, dengan perbuatan menyimpang,
berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga,
minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan
gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh guru BK
(konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah,
ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakankonferensi kasus.
3. Masalah (kasus) berat,seperti:
gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku
kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan
senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan referal
(alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi,
ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus.
Dengan
melihat penjelasan di atas, tampak jelas bahwa penanganan siswa
bermasalah melalui pendekatan Bimbingan dan Konseling tidak semata-mata
menjadi tanggung jawab guru Bimbingan dan Konseling (BK/Konselor)
di sekolah tetapi dapat melibatkan pula berbagai pihak lain
untuk bersama - sama membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri
dan perkembangan pribadi secara optimal.
II.2. Pengertian Membolos
Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk
sekolah dengan alasan yang tidak tepat, atau membolos juga dapat
dikatakan sebagai ketidakhadiran siswa tanpa adanya suatu alasan yang
jelas. Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan siswa, yang
jika tidak segera diselesaikan atau dicari solusinnya dapat menimbulkan
dampak yang lebih parah. Oleh karena itu penanganan terhadap siswa yang
suka membolos menjadi perhatian yang sangat serius.
Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak keluarga juga
perlu dilibatkan. Malah terkadang penyebab utama siswa membolos lebih
sering berasal dari dalam keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi antara
pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi sangat penting dalam
pemecahan masalah siswa tersebut.
II.3. Faktor - Faktor Penyebab Siswa Membolos
Penyebab siswa membolos dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Beberapa faktor - faktor penyebab siswa membolos dapat dikelompokkan
menjadi dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa bisa berupa
karakter siswa yang memang suka membolos, sekolah hanya dijadikan tempat
mangkal dari rutinitas - rutinitas yang membosankan di rumah.
Sementara
itu, faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar siswa,
misalnya kebijakan sekolah yg tidak berdamai dengan kepentingan siswa,
guru yang tidak profesional, fasilitas penunjang sekolah misal
laboratorium dan perpustakaan yang tidak memadai, bisa juga kurikulum
yang kurang bersahabat sehingga mempengaruhi proses belajar di sekolah.
Selain faktor internal dan faktor eksternal yang telah dikemukakan di
atas, Faktor pendukung munculnya perilaku membolos sekolah pada remaja
juga dapat dikelompokkan sebagai berikut.
II.3.1 Faktor Keluarga
Mungkin kita pernah mendengar (atau mungkin sering) ada siswa
yang tidak diperbolehkan masuk sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu
alasan tertentu mungkin hal ini dianggap paling efisien untuk mengatasi
krisis atau permasalahan dalam keluarganya. Misalkan kakaknya sakit,
sementara kedua orang tuanya harus pergi bekerja mencari nafkah. Untuk
menemani kakaknya tersebut maka adiknya terpaksa tidak masuk sekolah.
Untuk alasan tersebut bolehlah sang adik tidak masuk sekolah. Tapi yang
menjadi masalah terkadang anak tersebut tidak membuat surat izin kepada
pihak sekolah, sehingga piha sekolah tidak tahu duduk permasalahannya.
Yang mereka tahu si A membolos. Sementara dampaknya bagi anak tersebut
ialah ia harus kehilangan waktu belajarnya. Jika hal ini menjadi
kebiasaan (membolos), lambat laun siswa tersebut tidak peduli lagi
dengan peraturan. Ia akan berbuat seenaknya, terserah mau masuk atau
tidak.
· Orang tua yang tidak peduli terhadap pendidikan.
Selain itu sikap orang tua terhadap sekolah juga memberi pengaruh yang
besar pada anak. Jika orang tua menganggap bahwa sekolah itu tidak
penting dan hanya membuang-buang waktu saja, atau juga jika mereka
menanamkan perasaan pada anak bahwa ia tidak akan berhasil, anak ini
akan berkurang semangatnya untuk masuk sekolah. Biasanya sikap orang tua
yang menganggap bahwa pendidikan itu tidak penting karena mereka
sendiri orang yang kurang berpendidikan. Akibatnya penghargaan terhadap
pendidikan hanya dipandang sebelah mata. Bahkan mereka menuntut agar
anak-anaknya untuk bekerja saja mencari uang. Ironisnya mereka juga
menuntut agar anaknya memperoleh hasil yang lebih besar dari kemampuan
anak tersebut. Orang tua seperti ini tidak memiliki pandangan jauh ke
depan, sebagai imbasnya masa depan anaklah yang menjadi korban.
· Membeda - bedakan anak.
Ada orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan bagi anak laki-laki
lebih penting daripada anak perempuan. Anak laki - lakilah yang menjadi
tumpuan dan kebanggaan keluarga, sementara anak perempuan pada akhirnya
akan kawin dan hanya mengurusi masalah dapur, sehingga tidak memerlukan
pendidikan yang terlalu tinggi. Dalam hal ini, anak perempuan didorong
untuk tidak masuk sekolah. Mengurangi uang saku. Meskipun tidak semua
anak menginginkan uang saku yang banyak, namun tidak sedikit pula anak -
anak yang merasa kurang percaya diri jika uang saku mereka sedikit
dibanding dengan teman-temannya. Sehingga akibatnya pada anak tersebut
ialah ia menjadi malas untuk masuk sekolah.
Di zaman
modern seperti sekarang ini uang selalu dapat berbicara, tak terkecuali
pada bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang mengharuskan
siswa-siswanya untuk membeli LKS, buku wajib, dan segala dan kebutuhan
lain demi kepentingan proses belajar. Untuk barang-barang tersebut
kadang orang tua tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya. Maka
siswa yang tidak membeli akan malu pada siswa lain yang membeli. Dan
siswa yang tidak membeli akan malas untuk berangkat ke sekolah.
II.3.2. Kurangnya Kepercayaan Diri
Sering rasa kurang percaya diri menjadi penghambat segala aktifitas.
Faktor utama penghalang kesuksesan ialah kurangnya rasa percaya diri. Ia
mematikan kreatifitas siswa. Meskipun begitu banyak ide dan kecerdasan
yang dimiliki siswa, tetapi jika tidak berani atau merasa tidak mampu
untuk melakukannya sama saja percuma. Perasaan diri tidak mampu dan
takut akan selalu gagal membuat siswa tidak percaya diri dengan segala
yang dilakukannya. Ia tidak ingin malu, merasa tidak berharga, serta
dicemoohsebagai akibat dari kegagalan tersebut. Perasaan rendah diri
tidak selalu muncul pada setiap mata pelajaran. Terkadang ia merasa
tidak mampu dengan mata pelajaran matematika, tetapi ia mampu pada mata
pelajaran biologi. Pada mata pelajaran yang ia tidak suka, ia cenderung
berusaha untuk menghindarinya, sehingga ia akan pilih-pilih jika akan
masuk sekolah. Sementara itu siswa tidak menyadari bahwa dengan tidak
masuk sekolah justru membuat dirinya ketinggalan materi pelajaran.
Melarikan diri dari masalah malah akan menambah masalah tersebut.
II.3.3. Perasaan yang Termarginalkan
Perasaan tersisihkan tentu tidak diinginkan semua orang. Tetapi kadang
rasa itu muncul tanpa kita inginkan. Seringkali anak dibuat merasa bahwa
ia tidak diinginkan atau diterima di kelasnya. Perasaan ini bisa
berasal dari teman sekelas atau mungkin gurunya sendiri dengan sindiran
atau ucapan. Siswa yang ditolak oleh teman-teman sekelasnya, akan merasa
lebih aman berada di rumah. Ada siswa yang tidak masuk sekolah karena
takut oleh ancaman temannya. Ada juga yang diacuhkan oleh
teman-temannya, ia tidak diajak bermain, atau mengobrol bersama.
Penolakan siswa terhadap siswa lain dapat disebabkan oleh faktor
tertentu, misalnya faktor SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan).
II.3.4. Faktor Personal
Faktor personal misalnya terkait dengan menurunnya motivasi atau
hilangnya minat akademik siswa, kondisi ketinggalan pelajaran, atau
karena kenakalan remaja seperti konsumsi alkohol dan minuman keras.
II.3.5 Faktor yang Berasal dari Sekolah
Tanpa disadari, pihak sekolah bisa jadi menyebabkan perilaku membolos
pada remaja, karena sekolah kurang memiliki kepedulian terhadap apa yang
terjadi pada siswa. Awalnya barangkali siswa membolos karena faktor
personal atau permasalahan dalam keluarganya. Kemudian masalah muncul
karena sekolah tidak memberikan tindakan yang konsisten, kadang
menghukum kadang menghiraukannya. Ketidakkonsistenan ini akan berakibat
pada kebingungan siswa dalam berperilaku sehingga tak jarang mereka
mencoba - coba membolos lagi. Jika penyebab banyaknya perilaku membolos
adalah faktor tersebut, maka penanganan dapat dilakukan dengan melakukan
penegakan disiplin sekolah. Peraturan sekolah harus lebih jelas dengan
sangsi - sangsi yang dipaparkan secara eksplisit, termasuk
peraturan mengenai presensi siswa sehingga perilaku membolos dapat
diminimalkan.
Selanjutnya, faktor lain yang perlu diperhatikan pihak sekolah adalah kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah. Dalam menghadapi siswa yang sering membolos, pendekatan individual perlu dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait dengan permasalahan pribadi dan keluarga, kepada siswa perlu ditanyakan pandangan mereka terhadap kegiatan belajar di sekolah, apakah siswa merasa tugas - tugas yang ada sangat mudah sehingga membosankan dan kurang menantang atau sebaliknya sangat sulit sehingga membuat frustasi.
Tugas pihak sekolah dalam membantu menurunkan perilaku membolos adalah mengusahakan kondisi sekolah hingga nyaman bagi siswa - siswanya. Kondisi ini meliputi proses belajar mengajar di kelas, proses administratif serta informal di luar kelas.
Selanjutnya, faktor lain yang perlu diperhatikan pihak sekolah adalah kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah. Dalam menghadapi siswa yang sering membolos, pendekatan individual perlu dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait dengan permasalahan pribadi dan keluarga, kepada siswa perlu ditanyakan pandangan mereka terhadap kegiatan belajar di sekolah, apakah siswa merasa tugas - tugas yang ada sangat mudah sehingga membosankan dan kurang menantang atau sebaliknya sangat sulit sehingga membuat frustasi.
Tugas pihak sekolah dalam membantu menurunkan perilaku membolos adalah mengusahakan kondisi sekolah hingga nyaman bagi siswa - siswanya. Kondisi ini meliputi proses belajar mengajar di kelas, proses administratif serta informal di luar kelas.
Dalam seting sekolah,
guru memiliki peran penting pada perilaku siswa, termasuk perilaku
membolos. Jika guru tidak memperhatikan siswanya dengan baik dan hanya
berorientasi pada selesainya penyampaian materi pelajaran di kelas,
peluang perilaku membolos pada siswa semakin besar karena siswa tidak
merasakan menariknya pergi ke sekolah. Salah satu cara yang dapat
dilakukan guru untuk memperhatikan siswa sehingga mereka tertarik datang
dan merasakan manfaat sekolah adalah dengan melakukan pengenalan
terhadap apa yang menjadi minat tiap siswa, apa yang menyulitkan bagi
mereka, serta bagaimana perkembangan mereka selama dalam proses
pembelajaran.
Dengan perhatian seperti itu siswa akan terdorong untuk lebih terbuka terhadap guru sehingga jika ada permasalahan, guru dapat segera membantu. Dengan suasana seperti itu siswa akan tertarik pergi ke sekolah dan perilaku membolos yang mengarah pada kenakalan remaja dapat dikurangi. Tentu saja, pendekatan dari pihak sekolah ini hanya menjadi salah satu faktor saja. Faktor lainnya seperti faktor personal dan faktor keluarga juga tak kalah penting dan memberi kontribusi besar dalam perilaku membolos, sehingga pencarian mengenai penyebab yang pasti dari perilaku membolos perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kita menetapkan pihak mana yang layak melakukan intervensi.
Dengan perhatian seperti itu siswa akan terdorong untuk lebih terbuka terhadap guru sehingga jika ada permasalahan, guru dapat segera membantu. Dengan suasana seperti itu siswa akan tertarik pergi ke sekolah dan perilaku membolos yang mengarah pada kenakalan remaja dapat dikurangi. Tentu saja, pendekatan dari pihak sekolah ini hanya menjadi salah satu faktor saja. Faktor lainnya seperti faktor personal dan faktor keluarga juga tak kalah penting dan memberi kontribusi besar dalam perilaku membolos, sehingga pencarian mengenai penyebab yang pasti dari perilaku membolos perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kita menetapkan pihak mana yang layak melakukan intervensi.
Sekolah merupakan tempat
terjadinya proses belajar mengajar. Di sana tempat siswa - siswa belajar
ilmu pengetahuan. Belajar akan lebih berhasil bila bahan yang
dipelajari menarik perhatian anak. Karena itu bahan harus dipilih yang
sesuai dengan minat anak atau yang di dalamnya nampak dengan jelas
adanya tujuan yang sesuai dengan tujuan anak melakukan aktivitas
belajar. Jadi, suasana kelas sangat berpengaruh terhadap motivasi
belajar siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran yang jelas juga akan
memudahkan siswa dalam pemahamannys. Sehingga siswa tidak akan bosan dan
mudah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Jadi,
dapat dikatakan bahwa faktor sekolah merupakan faktor yang berisiko
meningkatkan munculnya perilaku membolos pada remaja, yaitu antara lain
kebijakan mengenai pembolosan yang tidak konsisten, interaksi yang minim
antara orang tua siswa dengan pihak sekolah, guru-guru yang tidak
suportif, atau tugas-tugas sekolah yang kurang menantang bagi siswa.
II.4 Akibat yang Ditimbulkan oleh Siswa yang Membolos
Anak yang dapat ke sekolah tapi sering membolos, akan mengalami
kegagalan dalam pelajaran. Meskipun dalam teori guru harus bersedia
membantu anak mengejar pelajaran yang ketinggalan, tetapi dalam
prakteknya hal ini sukar dilaksanakan. Kelas berjalan terus. Bahkan
meskipun ia hadir, ia tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru,
karena ia tidak mempelajari dasar - dasar dari mata pelajaran - mata
pelajaran yang diperlukan untuk mengerti apa yang diajarkan.
Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga akan mengalami
marginalisasi atau perasaan tersisihkan oleh teman-temannya. Hal ini
kadang terjadi manakala siswa tersebut sudah begitu “parah” keadaannya sehingga anggapan teman-temannya ia anak nakal dan perlu menjaga jarak dengannya.
Hal yang tidak mungkin terlewatkan ketika siswa membolos ialah hilangnya rasa disiplin, ketaatan terhadap peraturan sekolah berkurang. Bila diteruskan, siswa akan acuh tak acuh pada urusan sekolahnya. Dan yang lebih parah siswa dapat dikeluarkan dari sekolah. Lalu karena tidak masuk, secara otomatis ia tidak mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Akhirnya ia harus belajar sendiri untuk mengejar ketertinggalannya. Masalah akan muncul manakala ia tidak memahami materi bahasan. Sudah pasti ini juga akan berpengaruh pada nilai ulangannya.
Hal yang tidak mungkin terlewatkan ketika siswa membolos ialah hilangnya rasa disiplin, ketaatan terhadap peraturan sekolah berkurang. Bila diteruskan, siswa akan acuh tak acuh pada urusan sekolahnya. Dan yang lebih parah siswa dapat dikeluarkan dari sekolah. Lalu karena tidak masuk, secara otomatis ia tidak mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Akhirnya ia harus belajar sendiri untuk mengejar ketertinggalannya. Masalah akan muncul manakala ia tidak memahami materi bahasan. Sudah pasti ini juga akan berpengaruh pada nilai ulangannya.
II.5 Peran dan Fungsi Bimbingan Konseling (BK) dalam Mengatasi Siswa yang Suka Membolos
Bimbingan
Konseling atau sering disebut sebagai BP dahulu sering kali menjadi
momok atau bahkan sesuatu yang dibenci oleh siswa karena lebih berfungsi
sebagai pengadilan siswa dari pada membimbing siswa. Jika ada siswa
yang bermasalah melanggar aturan sekolah maka langsung dipanggil guru BP
untuk dilakukan pembinaan yang cenderung ke arah penghakiman. Paradigma
itu semestinya perlu sedikit diubah yaitu bahwa Bimbingan Konseling
tidak hanya mengurusi anak yang bermasalah melanggar aturan sekolah
namun juga harus bisa berfungsi sebagai teman bagi siswa dan pelajar
hingga bisa menjadi tempat curhat. Bimbingan konseling semestinya bisa
memberikan rasa nyaman kepada siswa dengan dapat memberikan banyak
solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi siswa baik stres masalah
pelajaran, keluarga,pertemanan dan lain sebagainya. Perubahan paradigma
ini diharapkan kenakalan maupun stress dikalangan siswa bisa semakin
dieliminir.
Kewajiban sekolah, selain mengajar
(dalam arti hanya mengisi otak anak - anak dengan berbagai ilmu
pengetahuan), juga berusaha membentuk pribadi anak menjadi manusia yang
berwatak baik. Mengajar tidak sekedar transfer pengetahuan, tetapi lebih
kepada usaha untuk membentuk pribadi santun dan mampu berdiri sendiri.
Sehingga jika terjadi suatu permasalahan pada siswa, pendidik atau pihak
sekolah juga turut memikirkannya, berusaha mencarikan jalan keluar.
Dalam menghadapi anak tersebut peran BK sangatlah penting. Sebagai
sarana untuk mencari solusi, fungsi BK cukup efisien. Melalui pendekatan
personal, harapannya siswa dapat lebih terbuka dengan pemasalahannya,
sehingga pembimbing dapat memahami dan mendapat gambaran secara jelas
apa yang sedang dihadapi siswa. Menghentikan sepenuhnya kebiasaan
membolos memang tidaklah mudah dan sangatlah minim kemungkinannya.
Tetapi usaha untuk meminimalisisir kebiasaan tidak baik tersebut tentu
ada. Dan salah satu usaha dari pihak sekolah ialah dengan program
Bimbingan Konseling (BK). Kita mungkin pernah melihat atau bahkan
mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum karena membolos. Padahal
menghukum bukanlah satu-satunya jalan untuk membuat siswa jera dalam
melakukan perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah menjadikan anak
lebih bengal dan lebih susah ditangani. Sebab siswa remaja merupakan
masa kondisi emosi yang tidak labil, mudah tersinggung dan mudah sekali
marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan untuk lurus maka ia akan
patah. Oleh karena itu, penanganannya harus hati - hati.
II.5.1 Tindakan yang dapat dilakukan
· Dengan Mengetahui Faktor - Faktor Penyebabnya
Dengan
mengetahui faktor - faktor penyebabnya, pembimbing sedikit tahu
bagaimana kondisi permasalahan siswa. Langkah selanjutnya ialah melalui
pendekatan supaya siswa yang membolos mau menerima arahan dari
pembimbing. Adapun jika siswa masih bersikap tertutup, tidak mau
menceritakan permasalahan mengapa ia membolos, maka pembimbing
menggunakan cara lain yaitu menanyakan pada teman dekatnya. Begitu semua
informasi yang diperlukan telah diperoleh, pembimbing langsung
mengambil tindakan preventif dan pengobatan. Seperti yang telah
dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus melalui hukuman. Memberi
nasehat dan arahan yang baik akan lebih mengena dari pada membentak dan
memarahinya. Tidak teraturnya anak masuk sekolah tidak sepenuhnya
terletak pada siswa. Ada banyak sebab yang terletak di luar kekuasaan
anak, atau yang kurang dikuasai anak. Jadi kegiatan membolos siswa tidak
sepenuhnya kesalahan siswa. Ada faktor dari luar yang juga turut andil
dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu, tugas BK selain memberi
arahan pada siswa juga mengkondisikan lingkungan sekolahnya sebaik
mungkin supaya siswa merasa betah berada di sekolah. Selain itu
pembimbing juga selalu menjalin komunikasi dengan keluarga siswa ada
kesepakatan dalam usaha mengatasi masalah anak.
· Menerapkan Gerakan Disiplin
Gerakan
disiplin ini difokuskan untuk memantau para pelajar yang membolos atau
pergi pada waktu jam-jam sekolah. Biasanya mereka barada di tempat
keramaian atau di tempat hiburan. Pelajar yang membolos selain merugikan
dirinya sendiri juga berpotensi untuk menimbulkan keresahan di
masyarakat karena biasanya pelajar yang suko membolos mempunyai tingkat
kenakalan yang tinggi dan justru sering medekati kriminal seperti
pengompasan pelajar yang lebih kecil atau dibawahnya sampai dengan
tawuran dan pesta miras. Sex bebas di kalangan pelajar juga muncul dari
fenomena bolos sekolah dimana orang tua sering kali tidak di rumah
karena harus bekerja dimanfaatkan untuk berbuat negatif. Fenomena bolos
sekolah ini sebenarnya tidak bisa dianggap remeh karena dari sinilah
banyak hal tentang kerusakan moral pelajar dimulai. Oleh karena itu
perlu tindakan tegas dari para aparat Satpol PP untuk sering melakukan
operasi agar menjadi sebuah shock therapy yang mempunyai efek jera bagi
para pembolos dan juga ketegasan dari pihak sekolah untuk mencegah
siswanya bolos sekolah. Kalaupun siswa harus keluar sekolah pada jam
sekolah haruslah seijin sekolah dengan menggunakan surat ijin.
· Sosialisasi Kepada Pengelola Hiburan
Pihak
Dinas Pendidikan dibantu oleh Kesbanglinmas dan Satpol PP serta
berkoordinasi dengan Kepolisian harus terus mensosialisasikan kepada
para pengelola hiburan seperti Play Station untuk tidak menerima
konsumen Pelajar pada jam sekolah. Kebanyakan pelajar yang bolos sekolah
”bersembunyi” di sana. Setelah sosialisasi dirasa cukup mungkin dengan
penempelan stiker atau poster tentang larangan pelajar bermain di waktu
jam sekolah maka ditingkatkan menjadi taraf pemantauan. Jika dari pihak
pengelola masih membiarkan para pelajar bolos bermain di situ maka dapat
diberi peringatan ,jika peringatan tidak diindahkan maka bisa dilakukan
penyegelan sementara atau bahkan penutupan paksa disesuaikan dengan
aturan yang berlaku.
Sesungguhnya yang paling dominan
dalam mempengaruhi siswa membolos adalah keberadaan guru. Guru yang
ideal harus berfungsi sebagai,Designer of Instruction.
Sebagai Designer, guru harus mampu membuat pembelajaran menarik dan
tidak membosankan, tapi seperti yang telah kita ketahui banyak guru yang
tidak mampu sebagai peracik bahan - bahan pengajaran yang kemudian
dikemas dan di sajikan menarik kepada siswa, sehingga pada gilirannya
siswa merasa jenuh di kelas.
Dan tidak kalah pentingnya
guru ideal adalah guru yang mampu menempatkan dirinya sebagai Evaluator
of Instruction, guru diharapkan sebagai penilai hasil ujian siswa
dengan mengedepankan kejujuran, transparansi dalam menilai siswanya.
Tapi banyak sekali guru dengan kesibukannya mencari tambahan ekonomi
keluarga, melakukan penilaian dengan cara “ngaji (mengarang biji)” nilai
siswa dikarang karena tidak punya waktu banyak untuk menilai satu
persatu siswanya. Hal inilah bisa sebagai pemicu siswa membolos.
SOLUSI
1.
Guru melakukan pendekatan persuasif dan edukatif kepada siswa,
memposisikan siswa sebagai teman bicara dan bukan sebagai terdakwa
2.
Guru memberikan teladan yang baik kepada siswa, jangan sampai siswa
terlambat dihukum sedangkan guru yang sering terlambat dibiarkan saja.
3. Guru selalu berkreasi, berinovasi agar suasana kelas tercipta ceria menyenangkan dan hidup.
4. Guru hendaknya merefleksi dan mengevaluasi diri apakah siswa dapat menerima dan memahami yang telah diajarkan guru.
5. Guru harus memberikan penilaian kepada siswa dengan adil, transparan, jujur dan tidak merekayasa.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
· Bimbingan merupakan
a) Suatu proses yang berlesinambungan.
b) Suatu proses membantu individ.
c) Bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat
mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan
kemampuan/potensinya.
d) Kegiatan yang bertujuan utama memberikan bantuan agar individu dapat memahami
keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan dengan lingkungannya.
Untuk
melaksanakan bimbingan tersebut diperlukan petugas yang telah memiliki
keahlian dan pengalaman khusus dalam bimbingan dan konseling.
Istilah konseling (counseling)
diartikan sebagai penyuluhan. Istilah penyuluhan dalam kegiatan
bimbingan menurut beberapa ahli kurang tepat. Menurut mereka yang lebih
tepat adalah konseling karena kegiatan konseling ini sifatnya lebih
khusus, tidak sama dengan kegiatan - kegiatan penyuluhan lain seperti
penyuluhan dalam bidang pertanian dan penyuluhan dalam keluarga
berencana.
Pelayanan konseling menuntut keahlian khusus,
sehingga tidak semua orang yang dapat memberikan bimbingan mampu
memberikan jenis layanan konseling ini.
· Membolos merupakan
salah satu kenakalan siswa yang dalam penanganannya perlu perhatian yang
serius. Memang tidak sepenuhnya kegiatan membolos dapat dihilangkan,
tetapi usaha untuk meminimalisir tetap ada.
· Faktor -
faktor yang menjadi penyebab siswa membolos terbagi menjadi dua
golongan, yaitu faktor internal dan eksternal. Selain itu, faktor –
faktor lain yang menjadi penyebab siswa membolos lainnya, meliputi :
faktor keluarga, faktor kurangnya kepercayaan diri, perasaan yang
termarginalkan, faktor personal serta faktor yang berasal dari sekolah.
· Akibat
yang ditimbulkan oleh siswa yang membolos, akan mengalami kegagalan
dalam pelajaran. Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga
akan mengalami marginalisasi atau perasaan tersisihkan oleh teman -
temannya.
· Peran program Bimbingan dan Konseling (BK) dalam
hal mengatasi siswa yang suka membolos, yakni dengan mengetahui faktor -
faktor penyebab siswa membolos, menerapkan gerakan disiplin serta
sosialisasi kepada pengelola hiburan.
· Melalui program BK,
pihak sekolah berupaya mencari solusi bagi mereka yang suka membolos.
Karena membolos terkait berbagai faktor, maka dalam penyelesaiannya
tidaklah mudah. Oleh karena itu pihak sekolah juga mengikutsertakan
orang tua.
· Dengan adanya kerjasama yang baik antara pihak
sekolah (dalam hal ini BK) dan orang tua siswa, permasalah membolos
siswa diharapkan dapat diselesaikan sehingga tidak menjalar kepada siswa
lainnya.
III.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, para pembaca bisa lebih mengetahui
tentang pengertian Bimbingan dan Konseling serta peran Bimbingan dan
Konseling terhadap Perilaku membolos yang kerap dilakukan para remaja
sekolah.
0 komentar:
Posting Komentar